Fenomena Harga Rumah Terjun Bebas di Kala COVID-19, Kok Bisa?
Jakarta, CNBC Indonesia – Anjloknya harga rumah secondary di sejumlah wilayah elit di Jakarta, juga ditambah stagnannya harga rumah primary memberi sinyal bahwa pertumbuhan sektor properti sedang menurun. Diperkirakan, hingga akhir tahun mendatang harga properti masih tidak akan mengalami perbaikan.
“Momentum ini lagi rendah-rendahnya, kelihatannya ngga ada pertumbuhan sampai akhir 2020. Awal tahun 2021 masih konsolidasi, karena belum ada kejelasan hingga kini,” kata Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia, Ferry Salanto kepada CNBC Indonesia, Rabu (20/5/2020).
Pada riset yang dikeluarkannya akhir tahun 2019 lalu, ia memang memperkirakan di tahun ini sektor properti tidak akan mengalami pertumbuhan yang signifikan. Namun, setelah memasuki masa pandemik virus korona, proyeksi yang sudah dibuat bisa semakin jeblok.
“Properti itu siklus 2019 sedang menuju bottom. Kita liat sebelum ada COVID-19, sektor ini titik nadirnya di 2020. Akan recovery kemungkinan di akhir 2020-2021, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi membaik. Karena memang siklusnya menuju dasar. Adanya tambahan COVID-19 ini membuat masa recovery lebih panjang, jadi mundur setahun kemudian di 2021,” kata Ferry.
Dengan kondisi tersebut, maka bisa dibilang saat ini merupakan waktu yang pas untuk mengincar properti sebagai investasi. Ferry memperkirakan harga properti akan normal dengan membutuhkan waktu beberapa tahun mendatang.
“Memang kemarin kondisi sempat harga tinggi-tinginya, di luar batas normal. Sekarang sebenarnya harga menuju normal, jadi sekarang terkoreksi menuju normal. Dan ada potensi harga itu naik lagi di dua hingga tiga tahun ke depan,” ungkapnya.
Penurunan harga rumah mewah bekas kala pandemi COVID diantaranya terjadi di kawasan penyangga. Seperti Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang Selatan.
“Cenderung sekitar 10-15%. Kalaupun ada 20%, itu pun terlalu tinggi. Karena di sini value-nya masih bagus,” kata Agen East2West Property Jessica Leonard kepada CNBC Indonesia.
Penyebab penurunan harga rumah bekas di BSD tidak terlalu dalam karena harga rumah di BSD umumnya dimulai dari Rp 1 miliar atau lebih. Berbeda dengan Pondok Indah yang harga termurahnya berada di kisaran Rp 20 miliar, sehingga penurunan pun jauh lebih dalam.
“Transaksi, orang selalu cari harga murah, tinggal investornya kuat apa nggak. Kalau kuat, dia nggak mau kasih jika merugi. Kalau dia nggak kuat, terpaksa dia lepas harga di bawah (rata-rata),” sebutnya.
Dampak riil terlihat nyata ketika pengembang raksasa PT Ciputra Development TBK (CTRA) juga ikut mengaku ikut terdampak. Bahkan, penurunannya sangat tajam selama bulan April dan juga diperkirakan hingga akhir Mei ini.
Pada April, penjualan properti Ciputra drop sampai 37%. Ini merupakan yang terparah sepanjang 2020.
“Sampai 31 Maret 2020 penjualan kita 2% lebih baik dari pada 2019, nah di April ini lah kita terjadi penurunan, sampai dengan 30 April penjualan kita turun 37% yoy. Itu memang disebabkan karena lemahnya pasar di bulan April,” kata Harun.